We will always try to update and open chapters as soon as possible every day. Thank you very much, readers, for always following the website!

Menantu Dewa Obat

Bab 1254
  • Background
    Font family
    Font size
    Line hieght
    Full frame
    No line breaks
  • Next Chapter

Bab 1254 Aku cantik tidak?

Frans: “Kakekmu memiliki status yang sangat tinggi di ibukota sekarang.”

“Kalau kau mau meminta bantuannya pasti akan lebih mudah bagimu untuk menyelidiki masalah keluarga Lee.”

Reva merenung lama lalu dengan perlahan dia menggelengkan kepalanya: “Lupakan saja. Jangan beritahu dia

dulu.”

“Mamaku kabur dari perbatasan wilayah Covent kemudian datang ke kota Carson tanpa mencari kakekku. Dia pasti

memiliki alasannya sendiri.”

“Mungkin dia tidak ingin membawa bencana itu kepada kakekku!”

Frans menghela nafas lalu mengangguk dengan perlahan.

Beberapa saat kemudian, Frans berkata dengan cemas lagi: “Tuan muda, Devi… apa Devi masih bisa

diselamatkan?”

Reva mengernyitkan keningnya: “Es sihir itu tidak ada obatnya!”

Frans menjadi panik: “Lalu…. lalu Devi bagaimana?”

“Apa mungkin dia harus beku seperti itu terus untuk seumur hidupnya?”

Reva menggelengkan kepalanya: “Es sihir adalah benda yang paling dingin, aku telah mencoba -untuk mencari

benda yang paling panas demi untuk menangkal dinginnya es sihir itu.”

Follow on NovᴇlEnglish.nᴇt

“Namun ini hanya untuk menghalau rasa dinginnya dan membiarkan dia bergerak.”

“Tetapi nantinya tubuhnya akan bolak balik menjadi dingin dan panas serta rasa sakit ini juga akan sulit ditahan.”

Frans menundukkan kepalanya dengan sedih. Dia sudah menganggap Devi sebagai putrinya

sendiri.

Kalau Devi benar–benar tidak bisa diselamatkan lagi, dia benar–benar merasa sulit sekali untuk menerimanya..

Reva berkata dengan lembut, “Paman Frans, kau tidak perlu terlalu khawatir.”

“Meskipun peluangnya tidak terlalu besar tetapi apapun caranya aku akan mencobanya.”

Frans menghela nafas dan menganggukkan kepalanya dengan perlahan.

Setelah masalahnya sampai ke titik ini, sekarang juga hanya itu satu- lakukan.

satunya cara yang bisa dia

Setelah itu, luka Frans pun tampak sudah hampir pulih semua kemudian dia pergi untuk memperkuat keamanan di

Gnome.

Master Blynx dan Ryan belum mati sedangkan Anton dan yang lainnya juga sedang mengincar mereka. Orang–

orang itu bisa menyerang mereka setiap saat.

Jad dia harus memastikan bahwa keamanan di Gnome benar–benar kuat.

Reva kembali ke kamarnya di lantai atas.

Pada saat ini, Devi masih berada di dalam tong besar itu.

Air di ember masih tampak mengepul dan Devi sedang duduk di dalamnya. Bibirnya masih tampak ungu karena

kedinginan.

Kalau bukan karena seember ramuan panas ini, Devi pasti akan membeku menjadi es batu.

Dengan ramuannya ini akhirnya Devi bisa sadar kembali.

Dia membuka matanya dan melihat Reva. Sambil memaksakan senyum di wajahnya dia berkata,

“Kak Reva, kau… kau baik–baik saja, bagus sekali….”

Ujarnya dengan gemetaran.

Hati Reva seperti dicengkeram oleh sesuatu.

Dia berjalan ke samping dan berbisik kepadanya, “Kenapa kau begitu bodoh?”

“Apa kau tahu bahwa kau mungkin tidak akan bisa bergerak lagi dalam seumur hidupmu ini!”

Devi masih tetap tersenyum: “Aku… aku tidak bodoh!”

“Kalau aku tidak melakukan ini, apa… apa kau mau tetap berada disisiku seperti ini?”

Mata Reva memerah. Dia melakukan semua ini hanya demi untuk permintaan sepele seperti itu?

Tiba–tiba dia baru tersadar bahwa gadis ini tidak sedang bercanda dengannya.

Dia sangat mencintainya!

Reva menggenggam tangan Devi dan berbisik, “Apapun yang terjadi, aku pasti akan menyembuhkanmu!”

Sebuah kilatan licik melintas di mata Devi. Tiba tiba dia berbisik, “Kak Reva, cantik tidak?”

Follow on Novᴇl-Onlinᴇ.cᴏm

Reva tertegun sejenak: “Apanya yang cantik tidak?”

Devi: “Aku!”

Reva tampak bingung. Apa maksudnya?

“Aku sudah bertanya kepada mereka. Mereka bilang, kau yang melepaskan pakaianku.”

“Aku cantik tidak?”

Tanya Devi dengan sambil tersenyum.

Hampir saja Reva muntah darah dibuatnya. Sudah seperti ini pun dia masih saja ingin menggodanya?

“Kau ini, jangan sembarangan berpikir.”

“Istirahatlah baik–baik. Besok aku akan mencari cara untuk membantumu menghilangkan es

itu!”

Bisik Reva.

Lalu dia bangkit berdiri untuk pergi tetapi Devi berusaha meronta dan berkata, “Kau… jangan pergi….”

“Apa kau bisa tinggal di sini untuk menemaniku?”

“Aku takut…”

Reva menoleh dan menatap Devi yang matanya memerah. Akhirnya dia menghela nafas dan memilih untuk tetap

berada di dalam kamar.